Monday, August 3, 2009

Brisbane




Brisbane and Goldcoast

Perjalanan dari Sydney berlanjut ke Goldcoast. Tempat nginepnya, The Oak Calyso hotel di Coolangatta, hanya 10 menit dari bandara GC. Namun, jaraknya jauh dari train station terdekat, Robina. Rencananya mau naik kereta menuju Brisbane. Dari depan hotel kami naik bus ke arah Robina sekitar 1 jam. Kemudian dari Robina Train Station naik kereta ekspress ke Brisbane Central Station yg terletak di pusat kota Brisbane.

Sepanjang jalan dari Coolangatta ke Robina, kanan jalan adalah pantai. Ombaknya besar dan biasa jadi tempat surfing. Ada beberapa tempat wisata sepanjang rute bis, diantaranya Wildlife Park. Tapi ga bisa mampir karena besok pagi sudah harus kembali ke Melbourne.

Di Brisbane cuma muter2 di pusat kota sebentar. Mampir foto di War Memorial persis di depan Brisbane central train station, gereja katolik tertua di Brisbane yg usianya 150 tahun, kemudian duduk2 melepas lelah di tepi sungai yang membelah Brisbane. Ga sempat nyoba bis. Sore harinya langsung kembali ke Goldcoast.

Di perjalanan pulang, ternyata menjelang pertandingan footy di stadion kota Robina. Jadi, di train banyak calon2 penonton yang mengenakan pakaian tim favoritnya. Ga cuma bapak2, tapi penontonnya bawa satu keluarga lengkap. Ada yg bawa anak balita juga,lho. Kotanya kecil, tapi stadion nya besar dan megah.

Ketika turun di Robina Station, sudah ada penjagaan polisi. Aku n mba Ary sempat dikira mau nonton juga. Mungkin kita dikira bakalan jadi 'penyusup'..hehhe...soalnya dari station ada jalan menuju stadion di sebrangnya. Wajah kita Asia dan tanpa baju tim. Pantas lah kalo mereka bertanya2. Tapi nanyanya sopan,kok. Kita bilang kita mau naik bis ke Coolangatta. Kemudian mereka menunjukkan arah halte bisnya.  Mungkin mereka heran juga ya...bisa2nya jadi turis winter begini..hihi..

Kesan tentang Brisbane:

Orang2 di jalanan kok keliatan rapi2 semua ya....

Thursday, July 30, 2009

Canberra




Parliament House, War Memorial Museum, Australian National Museum

Sydney....




Queen Victoria Market, Library, Opera House, Gereja St.Marie

Sydney

Selamat tinggal Canberra yg dingin...Sydney I am coming...

Ada dua kejadian buruk yg menyebalkan. Supir taksi yg membawa kami dari bandara ke penginapan, ternyata melalui jalur tunnel yg menyebabkan kami harus membayar uang tol. total 39 dollar untuk ongkos taksi (kalo ga salah). Ketika pulang, dari penginapan ke bandara, kami memilih naik bus jemputan. Ongkosnya satu orang 12 dollar, namun si supir minta tambahan 2 dollar setiba di bandara. Selebihnya, pengalaman yg menyenangkan....

Mba Ary reunian dgn dua teman masa sekolahnya dulu. Jadi kita diajak muter2 sama mba Maria di hari pertama, n mba Sofi di hari kedua. Sebelum bertemu kedua mba yg imut2 itu, kami mengunjungi Sydney Opera House. Jaraknya dekat dengan Travelodge di Phillip street, cukup ditempuh dengan jalan kaki.

Sayang, cuacanya agak mendung. Tapi seneng banget akhirnya bisa sampai landmark nya Sydney ini. Seperti biasa...foto2 di hampir semua sudutnya. Yg seru lagi, naik kapal menyebrang bawah jembatan yg legendaris di seberang Opera House. Ongkosnya cuma 5 dollar. Bandingkan dgn tawaran dari kapal lain yg menjanjikan membawa kita ke laut lepas dan dijamin bisa melihat gerombolan ikan paus. 89 dollar....uuuuuppsss.....leherku terasa tercekik. Untung kita mutar2 dulu, lihat2 pilihan lain...

Malamnya, Mba Maria datang ke hotel, trus kita makan di ayam goreng 99. Sayur asemnya mantab. Lucunya, mau makan aja harus antri di luar restonya. Nunggu sampai nama kita dipanggil. Restonya cuma buka 4 hari dlm seminggu. Jamnya juga terbatas banget. Jam 11.30 sampai jam 4 sore. Kemudian lanjut lagi dr jam 6 sampe jam 9 malam (kalo ga salah...agak lupa,nih). Tapi,orang2 bersedia nunggu di luar....menahan lapar dan dingin...hehhe..

Besok paginya, kita keliling China Town diantar Mba Sofi. Muter2 paddy's market, tempat jualan suvenir2. Sempat mampir beli bolu kukus di Barbys. Toko kue yang yummy. Pulangnya mampir beli ayam penyet buat bekal ke Goldcoast sorenya.

Kesanku ttg pusat kota Sydney:

Ramai....agak berantakan, gedung2 tua dan modern campur aduk. Banyak orang Indonesia, jadi banyak tempat makan khusus masakan Indonesia. Kalo beli tiket bus, lebih murah beli di news agent drpd di atas bus. Hampir separuh bedanya. kalo di Melben, harga tiket sama saja di mana pun kita beli.

 

 

Monday, July 27, 2009

Telstra Tower (Canberra) and Sydney Opera House




Canberra (part 3)

Telstra Tower adalah tujuan utama di hari keduaku di Canberra. Dari hotel, aku n mba Ary naik bus menuju city (pusat kota). Dari situ, kita harus lanjut naik bus no 81 yg langsung menuju The Tower. Setelah mengecek di papan tourism info, ternyata bis ini hanya beroperasi di libur sekolah. Walah...trus..sekarang tuh libur sekolah bukan ya?? meneketehe...

Untunglah ada seseorang dekat halte yang sangat bersahabat untuk ditanyai. Dia bilang, dia akan mengecek dulu apakah ini musim liburan sekolah atau bukan (ketahuan, berarti belum punya anak nih..heheh).Dia kemudian menghilang di balik pintu sebuah bank di depan kita. Tak lama dia muncul dgn berita gembira...Ya, sekarang libur sekolah...berarti bis 81 ada! Sayangnya di jadwal kedatangan bis, ga ada satu pun keterangan tentang jadwalnya bis 81. Waduh!

So, daripada menunggu sesuatu yg ga jelas, kami memutuskan dengan keberanian penuh untuk naik taxi. Si lelaki ramah tadi menunjukkan arah ke tempat taxi mangkal. "The tower is only 15 minutes from here". Syukurlah, kalo dekat berarti ongkos taksi kan masih terjangkau..heheh...

Taksi membawa kami ke atas bukit dan berhenti di depan sebuah bangunan. Sepiiii...mungkin karena letaknya terpencil dan masih pagi hari. Di lantai pertama kami disambut sebuah ruangan seperti bioskop kecil yg memutar film tentang pembangunan tower. Kemudian kami naik ke lantai berikutnya, tempat loket masuk ke lantai pengunjung. Dari ruangan ini kita bisa melihat pemandangan Canberra ke 8 penjuru mata angin karena bentuknya sengaja dibuat melingkar. Ruangan cuma diisi kursi2, kantin kecil, dan outlet suvenir. Sederhana aja. Mirip sama puncak tugu Monas. Kita juga coba ke serambi luarnya, sayang ada hujan gerimis yang ditingkahi angin kencang. So, aku n mba ary duduk2 di kantin sambil minum hot coklat, terus...seperti biasa..foto2..hehe...

Telstra Tower ini menyimpan sejarah telekomunikasi di Canberra. Aku tertarik banget datang ke sini karena aku pegawai kantor telekomunikasi..heheh...(*maksa*). Kita di Indonesia juga bisa buat sesuatu yang bernilai sejarah jadi tempat pariwisata. Dari awal pembangunannya, Telstra tower ini memang sudah dirancang tidak hanya untuk menara telekomunikasi, penyiaran televisi, tapi juga tempat rekreasi.

 

 

Saturday, July 18, 2009

Me 2009




Canberra (part 2)

Inilah Canberra...udara yg dingin...dan suasana sepi menyergap. Persis seperti komentarnya Michele, seorang teman sekelas yg sempat kerja di Canberra. Waktu aku tanya Canberra seperti apa, dia bilang "it's like countryside". Sepiii sehingga dia lebih kangen dengan suasana Melbourne yang menurutnya lebih rame dan hidup. 

 Kebetulan kita tinggal di luar city center nya, di Manuka jadi suasana sepi sangat terasa. Ga ada orang kelihatan di jalanan. Kayaknya ciut nyali kalo harus jalan sendirian,deh. Tapi aku suka banget sama warna2 dedaunan dan bentuk pepohonan yang bikin suasananya jadi agak mistis romantis gitu.hehe...

Dari hotel menuju city center naik bus yg tiket daily nya 7,40 dollar/org. Kira2 makan waktu 20 menit utk sampai ke city nya. Tapi dari hotel ke Parliament House nya Australia deket lho. Kita cuma naik bus sebentar trus jalan kaki. Tujuan pertama adalah the Old Parliament House yg letaknya segaris dengan Gedung Parlemen yg baru. Diantara Gedung lama dan gedung baru terbentang lapangan rumput luas namanya Federation Mall. Tadinya aku kira ada shopping centre..eh ternyata lapangan rumput...heheh...

Kebetulan hari itu Parlemennya lg off, jadi kita bisa masuk sampai ke ruang Parlemen yg cuma aku lihat di TV. PM Kevin Rudd sedang kunjungan kenegaraan ke Roma, jadi ga sempat ketemuan sama kita nih (ngimpi..). Ada rombongan anak2 sekolah yg sedang mendengarkan sistem kerja Parlemen Australia. Sempat nguping sebentar, trus lanjut keliling lagi ke ruang2 lain. Yg paling assik tuh rooftop nya. Ada rumputnya juga. Tamannya juga bagus, rapi dan antik tapi sayang ga sempat mampir ke tamannya.

Pas dipikir2, aku malah belum pernah menginjakkan kaki ke dalam gedung DPR. Kalo ada rapat2 di DPR yg sampai jauh malam itu, yg ikut pasti pegawai laki2.

Tempat tujuan lain : Australian War Memorial dan Black Mountain Tower (Telstra Tower).

Hal2 unik :

* Jalan2 di Canberra bentuknya melingkar, beda banget sama Melbourne yg bentuk jalannya gridlines. Waktu pulang sempat bingung arah. Sebenarnya uda deket hotel, tapi ga tahu persis hotelnya sebelah mana. Uda cek peta dan nama jalan segala, tapi ga ada petunjuk berarti. Aku coba telepon ke hotel dan jelasin posisi kita. "We are in front of the attorney department.." Si resepsionis bilang, bentuk gedung departemen itu circle jadi dia ga bisa tahu posisi kita ada di sebelah mana. Uda coba tanya orang yg kebetulan nyebrang jalan (sumpah, ga ada yg kelayapan, sepii bangeeet), dia bisa nunjukkin kalo arah jalan yg kita cari lurus ke kiri. Tapi dia ga tahu hotel yg kita tuju. Karena ga yakin seberapa jauh dari bus stop itu ke hotel, kita nanya ke supir bus. Ternyata harus naik bus no 6. Cuma duduk mungkin 5 menitan, eh kelihatan patung pinggir jalan deket hotel. Sayang, bus stop nya kelewatan, jadi kita turun di stop berikutnya. Dan itu bikin kita musti jalan kaki sekitar satu blok utk sampai ke hotel. Tapi ga apa2 sih kan uda biasa jalan kaki berkilo2..heheh..

* Tempat yang agak rame di shopping centre di city. Tapi suasana sepi tetap terasa entah kenapa. Orang2 Asia juga jarang kelihatan.

* Halte bus di city nya juga unik. Ini yg bikin agak pusing juga. Mungkin karena kita terbiasa rute tram nya Melbourne. Halte bus di city nya Canberra ditandai dengan no platform. Kalo mo ke Manuka, dari City harus naik bis no 6 dari platform no.10. Jadi tanya2 deh ke orang2, platform no 10 itu ada di pojokan kota sebelah mana. Dan rute ini sulit dihafal bahkan oleh supir bis sendiri. Beberapa kali aku perhatikan, ada orang2 yang nunggu di halte dan menanyakan arah ke supir bis. Supirnya ga bisa kasih jawaban pasti. Kadang2 mereka tahu harus naik bis no tertentu tapi ga tahu dari platform mana naiknya. Jadi mereka jawab dengan kata2 "kalo ga salah" di ujung kalimat.

* Sempat lihat burung2 parkit, dan serombongan kakatua di pinggir jalan dekat hotel lagi pada asik 'nongkrong'. Pemandangan yg ajaib. Kalo di Jakarta, burung2 itu pasti uda ditangkapin,deh.

.....bersambung ya....

 

Wednesday, July 15, 2009

Around Oz in 7 Days (Canberra-part1)

Akhirnya ada juga kesempatan yg lama sekali aku tunggu dalam 2 tahun studi di Melbourne: Jalan2 seputar kota2 penting di Australia. Perjalanan pertama dimulai dari Melbourne menuju Canberra. Aku, Intan dan Mba Ary menumpang Tiger Airways, perusahaan penerbangan yg irit ongkos. Seingatku 74 dollar utk tiketnya di musim liburan sekolah ini. Intan yg membooking tiket pesawat dan akomodasinya via online.

Yang mesti diperhatikan : Bagasi juga hrs booking online krn harganya jauh lebih murah drpd bayar di airport. Kesalahanku adalah say 'no' to Intan soal bagasi karena aku kira aku n mba Ary cuma bawa ransel aja. Pagi harinya baru kepikiran ide lain. Selain bawa ransel, perlu bawa 1 koper utk isi baju2 aku n Mba Ary. Intan berangkat tanpa bagasi karena Intan ikut sampai Canberra kemudian kembali ke Melbourne. Sementara aku dan Mba Ary akan lanjut ke 2 kota lain. Akibat perubahan rencana soal bagasi, aku n Mba Ary harus membayar biaya bagasi di airport sebesar 25 dollar. Padahal kalo booking online cuma bayar 10 dolar. Wuiihhh...

Ruang tunggu boarding nya kecil, utk segala tujuan kota: Adelaide, Perth, Sydney, Goldcoast, dan tentu saja..Canberra. Kita bawa satu tas khusus isi cemilan: coklat, muffin, chips, sup instan. Bawaan ini kata Mba ary ngalahin bawaannya ibu2 yg punya bayi..hehe..Malah bawa buah juga, pisang, trus pir dan apel yg dipotong2 dadu. Daripada buahnya busuk ditinggal seminggu di kos, lebih baik dibawa kan....Pir sama apel abis di lokasi pertama: bandara domestik Melben. Aku juga ngabisin satu pisang..hehe..

Kejadian2 unik:

*Pas nunggu boarding, ketemu ibu muda sama suami dan tiga anaknya yg masih kecil2. Dari fisiknya ketahuan orang Indonesia, seperti kita bertiga, karena calon penumpang lain bule semua. Eh, ternyata sang ibu muda ini adalah adiknya temen kantor kita di Jakarta. Akhirnya jadi ngobrol2 sebentar sampe ga 'ngeh' kita uda dipanggil utk boarding.

*Ketika barisan kursi di deket gate 3 tujuan kita mendadak kosong, kita bertiga memutuskan pindah ke sana. Sebab utamanya sih karena jalur tempat duduk kita tiba2 dipenuhi barisan orang2 yg mo boarding ke gate 2. Salah posisi duduk karena kursi untuk 3 orang yg masih kosong waktu kita datang cuma di gate 2 itu.

Kita bertiga pun pindah, sambil tetap ngobrol sama adiknya Arbud yg mo ke Perth. Eh, baru duduk sebentar, tiba2 namanya Mba Ary dipanggil utk boarding. Halah....lompatlah kita bertiga ke lorong gate dua langkah dari kursi. Sampe ga sempet say goodbye ke adiknya Arbud...Kita bertiga berlari krn menduga calon penumpang lain pasti sudah ada di pesawat semua. Lumayan jauh juga..kekekek...Eh, tiba2 barisan penumpang di sana masih mengular membentuk antrian menuju tangga pesawat. Oops...jadi ga keliatan ketinggalannya..heheh...Untung ga ada paparazzi dan kita bukan seleb...jadi ga ada dokumentasi pas lari2 bertiga itu...cuapek..deh.. (to be continued)

 

 

Tuesday, July 14, 2009

Around Oz




Some memorable pictures with Mba Ary n Intan (9-13 July 2009)

Around Oz in 7 Days

Finally I can do it! Around three states in a week. Dua hari pertama di Canberra, dua hari berikutnya di Sydney, dua hari terakhir di Brisbane....dan hari ini tiba2 uda ada di Melbourne lagi...Cerita lengkapnya menyusul....pokoknya seru abis...sesi foto2nya itu lho yg ga kuat..heheh...Ke mana2 jalan kaki sampe ga berasa lelahnya. Assiiikkk...

Saturday, June 13, 2009

My Secret Identity

            I grew up in Jakarta, the capital city of Indonesia. Jakarta is a miniature of Indonesia since you can find various Indonesia’s ethnic groups in this city. I am a product of mix-marriage ethnic background. Understanding my cultural background is my long ‘secret’ search for identity. In my elementary school, I have a teacher who liked to ask the students to raise their hands when responding to the same questions about our original ethnicity. “Who are Javanese? Who come from Padang? Whose parents from Batak?” Nearly of my schoolmates’ parents come from the same ethnic group that they can easily classify their original ethnicity by referring to their parents’ ethnic identity. I never raised my hand since I did not know who I am. One of my friends suggested me to choose one of two. “How about Manadonese? We already have many Javanese in our classroom. There is not a Manadonese yet. If you choose Manadonese, it would make our classroom complete”.  It was a good suggestion, wasn’t it?  But, I said I could not because it would be unfair for my parents. In addition, I am not both Javanese and Manadonese since I did not know their culture. I look like neither a Manadonese nor Javanese. I cannot even speak the languages.  My parents never taught me their language. If language and physical features can be considered as visible ethnic identity, I did not have them. I look more Chinese and only speak Bahasa Indonesia. Since that, I tried to learn about my parents’ language by my own observation.

            My identity search ended when my college friend gave me a new perspective. Instead of choosing one ethnic group, I am actually part of both Java and Manado. He said “I only know Sundanese culture since my parents are Sundanese and I grow up in Sundanese area. You are luckier than me because you have two cultural roots and live in a multicultural neighborhood. You have chance to learn and understand many cultures.”

Saturday, June 6, 2009

.....di Ujung Hari

Dunia yg sementara

Menarikku dalam pusaran

Terhempas 

Bertahan

Kemudian menyerah

 

Hingga ujung hari

Mengantarku

Mengeja masa lalu

Dan menemukan

 

Ada jejak terlupa

Bisu menggugah

Menjadi jawab

Dari tanya

Berbaris waktu

 

Kini tiba

Saat berlari

Merengkuh pusaran baru

Yang mendamaikan

 

(Coburg, 3.50 pm)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tuesday, May 5, 2009

Bedanya kuliah di Jatinangor (1992-1999) dan di Melbourne (2007-2009)

Jatinangor :

Naik bisnya rebutan. Yg mo turun ga bisa turun karena yg mo naik lebih garang. Gosipnya, pintu depan buat yg turun,pintu belakang buat yg naik. Tapi ternyata dua2nya diserobot sama penumpang yg mo naik bis. Kalo perlu, pintu supir juga jadi pintu masuk. Jarak satu jam yg lancar lebih enak dihabiskan dengan duduk sambil ;ngobrol sm temen sebelah (kalo kebetulan kenal), menghafal urutan pemandangan di luar jendela, atau tertidur pulas. Jadi, apapun caranya harus dapet tempat duduk. Yg ngeselin,ketika kita berhasil dengan selamat menerobos naik, tempat duduk kosong sudah di'tek' orang buat temennya yg belum naik. Lha...prinsip siapa cepat dia dapat jadi ga berlaku...

Melbourne:

 Yg mo naik, antri membentuk barisan. Begitu pintu bis atau tram terbuka, penumpang yg turun diberi kesempatan lebih dulu. Kalo sudah naik, belum ada bangku kosong, berdiri juga ga apa2. Lucunya, setiap ada penumpang turun, bangku yg ditinggalkan kosong tidak langsung diserobot. Orang2 yg terdekat akan saling menawarkan satu sama lain, siapa yg mo duduk. Aku pasti menawarkan diri duluan heheh...itu kalo ga ada org yg lebih tua or pas bawaanku lagi berat.

Jatinangor :

Dari kuliah yg satu ke kuliah lain, masih bisa duduk2 santai bergerombol di pojokan, makan bakso malang bareng2. Di dalam kelas masih bisa ngobrolin hal2 di luar kuliah sama temen sebelah (terutama utk mata kuliah umum,yg dua jurusan digabung jd satu kelas).

Tidak sopan makan di kelas, kecuali ngemut permen. Tidak keluar kelas sebelum dosennya mengakhiri kuliah.

Pakaian harus berkerah supaya ketahuan niat kuliah.

Melbourne:

Kelasnya minimal 20 orang, jadi ga ada waktu buat ngobrol ngalor ngidul. Selalu diisi dengan diskusi, mendengarkan dan menghargai pendapat orang lain sekalipun berbeda dgn pendapat kita. Waktu istirahatnya sebentar banget. Makan ga bisa santai, harus buru2. Kadang2 terpaksa ngunyah sambil jalan.

Boleh makan apel atau coklat selama diskusi di kelas. Kaki bebas, mo dilipat, atau mo diselonjorin ke kursi kosong di sebelah.

Pakaian bebaaass....tapi karena umumnya berangkat kuliah dari kantor, pakaiannya ya pakaian kerja. Ga resmi, cenderung kasual, and jaketan karena udaranya lebih sering dingin drpd anget. Maklum, kuliahnya sore-malam.

Kalo uda waktunya selesai,dosen masih ngomong, tinggalin aja kelasnya. Kalo lagi ada keperluan, hadir sebentar aja, terus pamit di tengah2 kuliah. Dosennya ga apa2 (*ga pernah nyoba kayak gini, perasaan ga sopan,deh. mending ga usah masuk kuliah aja sekalian heheh*)

Jatinangor :

Ke perpusnya jarang2. Paling banyak minjem buku berapa ya?? dua?? tiga?? lima??

Melbourne :

Hampir tiap hari ke perpus kayak ga ada tempat lain aja. Minjem buku selalu banyak,padahal satu semester cuma empat mata kuliah. Pernah ga bisa minjem gara2..."Kamu uda minjem sampai batas maksimal, 30 buku"...Ha??? (*ga nyadar uda minjem sebanyak itu*)

Jatinangor :

Belum ada HP, janjian ketemu teman di perpus, mesti nunggu atau membuat temen menunggu dengan sabar. Ga bisa ngecek dan dicek, "udah sampai mana?"

Bikin janji sama dosen via telepon koin.

Melbourne :

Janjian ketemuan dosen via student e-mail. Kalo alokasi waktunya cuma 15 menit, ya 15 menit kemudian harus go out dari ruangannya.

Apalagi ya?? Entar,deh diinget2 dulu...atau ada yg mo nambahin...? Sebenarnya perbandingannya ga setara. Tapi,lumayan lah buat analisa sederhana heheh...

(tulisan ini dibuat saat stres nyelesain essay)

 

 

Tuesday, April 28, 2009

Someone stolen my backpack (Kehilangan Pertamaku)

Someone stolen my bag! I can't believe it.

I was sitting at Subway with Mba Ary. We are having a cup of hot chocolate after having a busy day. Actually, we wanted to go home right away, but we need to drink something hot in the cold weather. We usually take the hot chocolate with us and drink it on the tram.

But, we decided to have it there.  A man sat on our favourite place, near the cashier. So we found another place.I put my backpack on the floor on my left side. Mba Ary sat on my right side. I put my Coles bag between me and mba Ary. Each of us take one backpack and one Coles bag. The two bags was full of foods. We need lot of foods for along this week.

We sat before the window, watching people passed through. Some  of them are my classmates. I think they have another class that night. From that window, we can see trams come and go. Our number 1 tram just come. "We can't catch it," Mba Ary said.

"We can wait for the next tram," I replied.

We're preparing to catch the next tram, when I realize my bag has gone.

"Mbak! My bag has gone."

I told the waiter that someone stolen my bag. I asked for the waiter to see the CCTV. Then the manager come to see me. He said," The CCTV does not cover the area where you sat on."

Mba Ary said, "I remembered the woman sat beside you," 

"She is a homeless I guess, because her cloth is dirty. She did not buy anything. She is just sat and watched over us."

Fortunately, I kept my wallet and cellphone in my jacket.

Mba Ary accompanied me to make a report to the police. The nearest police station is on the Flinders Train Station. We took tram and got off at the fourth stop. There is no one, so we went to the other police station in Flinder Lane.

This is my first experience losing property. I met some pickpockets several times on my way to the office in Jakarta, but nothing bad is happened to me. But I lost my backpack, for the first time,here in Melbourne. It's not as safe as I thought before.

Today, I made a report to the campus library. I lost three library books, my keys house, and student card. The other things is my coin wallet and 50 dollar note.

I told my landlord, Robert about this. I also told him that I wrote down my address on an envelope. The envelope was for my lecturer feedback on my essay. But, her staff said that they did not need it. So, she gave the envelope back to me.

Robert said, he will come to the house and change the front door lock.

I hope everything will befine. I need to buy a new bag,but I am not feeling well today.

 

 

Thursday, April 23, 2009

The Racial Prejudice : When you have to change your name

Ini salah satu pengalaman yang menarik menurutku selama hampir 2 thn belajar di Melbourne. Di sebuah kelas Human Rights, aku duduk bersebelahan dengan teman pria dari Cyprus. Namanya Jamal. Baru kali ini aku duduk persis di sebelahnya.

Dia mengangsurkan daftar hadir ke depanku. Setelah menandatangani lembar absensi, aku meletakkan daftar nama2 itu ke meja kosong di sisi kiriku. Sekilas kucek nama2 teman sekelas. Sulit buatku menghafal nama2 orang asing. Aku tidak tahu, yg mana yg Claire, yg mana yg namanya Jenny. Lalu, teman yg kerja di Victoria Police itu,namanya siapa ya?? Michael atau William??

Lalu aku mencari nama Jamal di lembar absensi. Namanya mudah diingat. Kucari nama berawalan 'J'. Hmm, tidak ada. Lalu kucari nama belakang berawalan 'J', walau rasanya ga mungkin karena kita biasa memperkenalkan diri dengan nama depan. Hmm, ga ada juga. Karena penasaran, aku menarik lembar itu dan menanyakan langsung pada Jamal. Kita ga pernah ngobrol sebelumnya, jadi ini untuk latihan ngomong juga..heheh..

"What is your name?"

"I am Jamal"

"Hm, I can't find your name here' (aku menunjuk daftar absen)

"This one is my name" (Jamal menunjuk sebuah nama berawalan 'C')

"Camal???" (Aku berkata ragu)

Lalu mengalirlah kisah itu. Jamal merubah huruf depan namanya karena alasan prasangka rasial. Dia tidak ingin namanya yg identik dengan nama muslim membuatnya mendapat perlakuan yang tidak baik dari orang2 setempat. Namun, masalah baru muncul.Kadang2 orang bingung bagaimana mengucapkan nama 'Camal'. Mereka (Australian boys-Jamal said) akan mengolok-oloknya dengan panggilan "Camel".

Aku bersedih dan bersyukur pada saat yang sama. Aku tidak perlu merubah namaku. Aku tidak mengalami masalah 'mendapat perlakuan yang berbeda' karena identitasku. Banyak sekali mahasiswa/i dari Arab Saudi dan negara muslim lainnya yang menuntut ilmu di Melbourne. Orang2 Arab atau wanita2 berkerudung sangat terlihat jelas identitasnya sebagai muslim. Mereka tidak merubah nama mereka. Tapi aku tidak tahu, apakah mereka pernah mengalami pelecehan karena identitas muslim mereka.

Berita mengenai pelecehan karena soal rasial hanya aku baca dari milis. Berarti racial prejudice itu memang ada. Namun tidak pernah kulihat terjadi terang2an. Aku hanya berharap sisa waktuku di Melbourne berjalan baik2 saja. Sejauh yang aku alami, teman2 sekelasku baik2, dosen2ku juga baik2 dan peduli. Seringkali, bila aku berpapasan dengan orang asing di jalan,mereka menyapaku ramah sambil tersenyum,"good morning".

Melbourne adalah melting pot. Tempat pertemuan berbagai bangsa. Melbourne kota yg aman, namun siapa pun harus tetap waspada terhadap isu kebencian rasial yg bisa meledak kapan saja. Insya Allah aku akan menulis tentang multiculturalism di Melbourne. Have a nice day...

Monday, April 20, 2009

Mengejar Tram no.1 (East Coburg-South Melbourne Beach)

Setelah 6 bulan selalu naik kereta dan bus dari city ke tempat kos, akhirnya harus ganti suasana perjalanan. Mulai pertengahan Februari 2008, karena pindah kos, transport utamaku adalah tram, no.1 dgn rute East Coburg-South Melbourne Beach.

Tram no.1 modelnya agak kuno, dibanding tram2 lain misalnya,jurusan Melbourne University yg lebih canggih. Kalo lagi nunggu tram dari city menuju kos, aku bisa menandai tram yg datang. Kalo tramnya bagus, berarti bukan jurusan Coburg .

Ada beberapa halte di city yg memiliki papan elektronik penunjuk waktu kedatangan tram yg real-time. Jadi, ga repot celingak-celinguk. Tinggal duduk di bangku halte setelah memastikan waktu kedatangan. Di layar akan tertulis, no tram, jurusan dan menit kedatangan. Kalo terpampang angka 10, berarti tram akan tiba di halte tersebut 10 menit lagi. Setiap menit, waktu tersebut akan berubah hingga muncul tulisan "now". Berarti tramnya uda di depan halte persis. Hati2 juga, kalo keasyikan ngobrol sama teman, malah ga nyadar tramnya uda di depan mata...hahah...

Beberapa halte lain punya jadwal tetap tram yg terpasang di tiang halte yg menunjukkan jam berapa tram tiba di halte tersebut.Tram biasanya datang tepat waktu, kecuali ada masalah seperti ada tram yg mogok sehingga menganggu jalur tram lain. Masalah seperti ini, seingatku jaraaaang sekali terjadi.

Jarak dari kampusku yg terletak di tengah kota dengan tempat kos antara 20 sampai 30 menit. Jadi, kalo kuliah mulai pukul 5.30 sore, satu jam sebelumnya, aku akan keluar dr rumah. Sebenarnya jadwal tram bisa dihafalkan, jadi kita ga nunggu tram kelamaan di halte atau malah ketinggalan tram. Bisa dihitung dgn jari tangan, berapa kali aku dan mba Ary lari2 karena dengar suara tram yg mendekat di ujung jalan. Karena tertutup oleh bangunan rumah, kita berdua ga bisa langsung melihat ke jalur tram kalo belum tiba di ujung perempatan jalan.

Halte tram selalu terletak di perempatan jalan, karena jalur2 kota Melbourne bentuknya teratur banget, gridline gitu. Waktu masih tinggal di kos lama di Oakleigh East, arah kedatangan bus bisa terlihat karena tidak ada penghalang pandangan. Sebuah lapangan sekolah yg luas membuatku bisa melihat kedatangan bis dari jauh sehingga bisa menyesuaikan kecepatan dengan berlari. Biasanya kalo kita ga terlalu jauh, supir bis mau menunggu. Apalagi supir tram. Mereka umumnya mau menunggu penumpang yg terlihat berlari2 setengah mati. Kalo sudah seperti itu, kita akan mengucap "thank you" ke supirnya begitu berhasil mendarat dengan selamat di dalam tram.

Pernah aku lihat, perempuan muda, sepertinya mau kuliah, lari2 ke arah halte. Tram sudah melewati dia dan akan berhenti beberapa detik lagi di halte, tepat di perempatan jalan. Seorang teman lelakinya yg ada dalam tram, memberi semangat kepada perempuan itu agar tak berhenti berlari. "C'mon....C'mon.." Kebayang ga di tengah udara dingin, berlari sekencangnya agar tidak ketinggalan tram. Jatuh iba deh pokoknya, tapi semua yg melihat ga bisa bantu apa2. Perempuan itu berlari hingga syal panjangnya yg berwarna putih terjatuh di tepi jalan. Dia sdh ga sempat lagi mengambil syalnya. Setiap detik menjadi begitu berharga. Berhenti ambil syal atau ketinggalan tram...Cuma itu pilihannya. Aku sangat berharap, ada beberapa penumpang lain di halte sehingga bisa menahan keberangkatan tram. Kepalaku memutar ke belakang, mengharap perjuangan gadis itu tidak sia2. Hap! Akhirnya, dia berhasil menjangkau pintu tram dengan terengah2. Aku ikutan lega. Rasanya aku ikut berlari juga. Ampun deh. Sementara syalnya tergeletak begitu saja di kejauhan. Terpaksa diabaikan..

Sunday, April 19, 2009

Facebook - Multiply

Akhirnya berkat Facebook (FB), aku bisa kontak lagi dgn teman2 sekolah, dari mulai SD sampai kuliah. Senang banget mengetahui kabar mereka. Senang karena kabar mereka baik, sehat, dan sudah sibuk dgn tanggungjawab masing2 di pekerjaan, masyarakat dan rumah tangga.

Ada yg sibuk jadi pengusaha, kerja di kantor pemerintah atau memilih di rumah saja sebagai seorang full-time housewife (emang ada yg part-time??).

 Aku menghitung2 berapa tahun ga ketemu temen2 lama. Ada temen SD yg sdh 23 thn ga pernah kontak. Ada temen2 KKN yg ketemu terakhir 13 thn lalu. Ada temen sebangku di SMP dan SMA yg ga pernah ketemu sejak lulus sekolah. Ada juga temen kuliah yg lost contact krn no hp nya ganti. Akhirnya ketemu mereka di FB...rasanya ajaib banget. Teknologi membantu silaturahmi terjalin kembali dengan teman2 lama, orang2 yg pernah begitu dekat dgn kita, tapi terpisah oleh jarak dan tempat.

Semoga pertemanan di FB bisa selalu membawa kebaikan.. Seperti juga dgn pertemanan dunia mayaku di Multiply. Have a nice day for all of you, my dear friends at MP..

Tuesday, March 24, 2009

Momen-momen Menyenangkan di Masa Kecil

Ice-breaking di kelas Social Work membuatku mengingat2 kenangan masa kecil yg menyenangkan. Diantaranya:

$ Ke toko buku setiap ada yg ultah

Yg sedang ultah dapat dua jatah buku, yg lain hanya satu buku. Yg menyenangkan adalah boleh memilih buku sendiri. Dulu langganan kita adalah ke TB.Gunung Agung. Kalo beli buku hingga kelipatan tertentu, dapat es krim gratis. Tempat es krim nya persis di dekat pintu keluar. Suatu kali, ada satu anak yg ga kebagian es krim, jadi bapak harus beli es krim lagi di tempat lain. Soalnya ga boleh beli di situ. heheh...

$ Beli coklat setiap pulang dari dokter

Ada seorang dokter umum yg praktek di lingkungan tempat tinggalku. Semua tetangga yg sakit, pasti ke dokter itu. Aku sudah lupa nama dokternya. Yg masih bisa kuingat, dokter itu kemudian digantikan dokter lain, namanya dokter Wayan. Setiap kali kita periksa ke dokter,kita pulang jalan kaki dan mampir ke warung Bang Doel. Yg dibeli ibu di situ cuma coklat berbentuk persegi panjang kecil2. Tapi rasanya seneeenng banget. Sayang, aku ga ingat nama coklatnya. Beli coklat di warung Bang Doel sepulang dari dokter, sudah seperti ritual tak tertulis. Praktek dokternya sudah lama sekali ga ada. Sudah jadi toko mebel. Tapi Warung Bang Doel msh ada, bersaing dgn belasan warung lainnya. Coklatnya sendiri aku ga tahu, apa masih diproduksi...heheh..

$ Beli es krim di warung Jamal (?) sepulang dari bepergian

Setiap hari minggu, kita sekeluarga pasti pergi jalan-jalan. Kalo ga ke kolam renang, ke TMII, Ancol, Monas, Taman Ria Senayan. Atau bahkan cuma makan duren di Parung, terus pulang. Tapi seneng loh. Nah, yg seru juga adalah mampir beli es krim di warung Jamal. Setiap bepergian, mobil pasti harus lewat warung Jamal. Ibu pasti ngajak bapak mampir. Cuma untuk beli es krim. Namanya es krim Diamond. Satu orang dapat satu cup. Bapak ga suka es krim. Jadi jatah bapak akan diberikan kepada anaknya yg juara satu menghabiskan es krim. Biasanya aku tuh yg dapet. Sainganku adikku yg namanya Luthfi. Soalnya kita berdua makannya cepat. Sampai sekarang, aku suka banget es krim. Kalo di Melben cuacanya lagi panas, aku baru berani makan es krim. Aku sdh nemu toko yg jual es krim murah di City. Namanya Aldi. Empat liter cuma empat dollar.  Belinya berdua sama mba Ary. Satu kotak itu, habisinnya lamaaaa, soalnya musimnya lagi dingin. Kalo di Jakarta, beli dua liter aja, dua hari bisa abis. Kayaknya yg ngabisin aku deh...hihi...

 

A Happy Place in My Childhood (what's yours?)

Pada pertemuan pertama di kelas Critical Social Work, dosenku mengajukan sebuah pertanyaan ice-breaking. Kami diminta menceritakan 'a happy place in your childhood' kepada teman yg jadi pasangan bicara. Sebelumnya Heather,dosenku itu memasangkan semua orang yg dianggap blm saling mengenal untuk jadi teman ngobrol.

Teman ngobrolku bernama Mary Anne. Orangnya sangat ramah, dengan senyum lebar, mata yg ekspresif dan suara bass yg khas. Ketika kanak2 dia memiliki sebuah ruang sempit di belakang garasi rumahnya sebagai tempat bermain bersama seorang saudara perempuannya. Ruangan itu beratap sangat rendah hingga dia hanya bisa duduk untuk bisa berada di dalamnya. Permainan yg dilakukan hanya semacam acara minum teh. Tapi dia merasa sangat hepi karena tempat itu tersembunyi. Tidak ada orang lain yg mengusik keasyikannya bermain. Dia merasa nyaman dan privacy nya tidak terganggu.

Sekarang giliranku bicara. Hmm, sebenarnya rumah adalah my happy place. Tapi aku juga punya tempat lain yg membuatku selalu gembira ke sana. Kolam renang. Setiap minggu, orangtuaku pasti mengajak kami semua ke kolam renang. Lokasinya berbeda-beda.  Senayan,Cibubur, atau Jayakarta. Herannya, aku ga bisa berenang sampai detik ini..hahaha.."Kenapa tempat itu menyenangkan?" Tanya Mary Anne. Well, mungkin karena bisa bermain air sepuasnya, dan tempatnya outdoor. Juga karena semua penghuni rumah ikut pergi. Kata Mary Anne, it's a predictable fun. Rutinitas yg menyenangkan buatku. So, what was a happy place in your childhood? 

 

Friday, March 13, 2009

Lake Coburg




Percobaan pertama foto pake tripod di outdoor....diulang2 terus..hahha..tp seru..

Saturday, March 7, 2009

SEEKOR KAKI SERIBU DI LANTAI TOILET

Pernahkah memperhatikan gerak gerik binatang yang membuatmu memahami sesuatu yang berkaitan dengan hidupmu? Aku sering mengamati kucing, yg ternyata punya sifat2 mirip manusia. Ada yg anggun dan lembut, galak, setia. Ada juga yang terlihat sangar dan culas. Tapi baru satu kali aku memperhatikan tingkah laku binatang yg memberiku pelajaran lain.

Aku sedang terpekur di toilet duduk  ketika seekor kaki seribu berjalan di lantai dengan gerakan perlahannya. Aku terpaksa memperhatikan karena tidak pernah menemukan hewan kecil di rumah kos-ku ini. Satu2nya hewan kecil yg pernah kulihat berkeliaran hanyalah semut. Itu pun hanya di musim panas dan hanya di meja dapur.Jadi, kehadiran seekor kaki seribu di ruang sempit dan di saat aku harus duduk diam, menyita pandanganku.Aku harus memata-matai gerak geriknya.

Kaki seribu melangkah menuju pintu hendak keluar ruangan. Syukurlah, jadi aku tak perlu was2 dia akan "mengganggu"ku. Saat si kaser sampai di pertengahan jalan, dia terhempas. Awalnya aku tak tahu penyebabnya. Ternyata itu terjadi karena angin berhembus dari kipas di langit2 toilet, setiap kali aku menekan tombol flush. Berkali-kali kaser terpental sehingga aku berinisiatif membantunya lebih cepat tiba ke rongga kecil di bawah pintu. Aku menggeser kaser perlahan dengan gerakan sandalku. Ya, berhasil. Namun dia kembali terhempas ke dalam toilet. Kali ini oleh hembusan angin dari pintu belakang rumah yang kebetulan satu arah dengan pintu toilet.

Aku jadi bertambah iba pada nasib si kaser. Kok, hanya mau menuju pintu saja sulitnya setengah mati. Langkah satu demi satu yg ditempuhnya terlibas hanya dengan sekali tiupan angin. Namun, kaser tidak berhenti. Dia terus maju menentang angin. Seperti apapun dia terpelanting, kepalanya selalu mengarah kembali ke pintu. Setiap kali terpental, dia selalu kembali ke posisi semula dan maju tanpa gentar.

Kejadian kecil ini mengingatkanku untuk terus berjuang walau kesulitan menghadang. Manusia punya otak, kaki seribu? Dia harus berjuang sendiri, mati-matian hanya untuk menjangkau celah pintu yang jaraknya hanya 30 sentimeter. Manusia bisa mencari orang lain untuk membantunya saat menghadapi masa sulit. Hidup tidak sesulit yang kita kira,kan?

JANGAN PERNAH MENYERAH (pelajaran no 1)

Sejauh yg sanggup kukenang, sejak Taman Kanak-kanak hingga lulus SMA, hidupku damai.Terlalu damai menurutku, hingga mungkin terkesan datar buat orang lain. Namun semuanya berubah ketika masa perkuliahanku di Bandung mengisi ruang dewasaku.

Ada beberapa momen yg membuatku menyadari bahwa hidup adalah sebuah anugrah yg harus diperjuangkan. Hidup bukan lagi sekedar hidup. Hidup bukan lagi sekedar menapaki langkah, "dari SD ini aku akan sekolah di SMP itu. Setamat SMP aku harus sekolah di SMA itu, Aku akan ambil jurusan Jurnalistik.." 

Hidup tidak lagi sesempit itu. Hidup punya lorong2 lain yang harus kuisi. Dan inilah sebagian kisah yang kuperoleh dalam memahami anugrahNya. Sebuah pelajaran pertama: Jangan pernah menyerah.

"Dua tahun lalu, aku memperoleh kesempatan beasiswa dari kantor untuk menempuh S2 di Australia. Proses persiapan berjalan sangat cepat, diburu2 waktu dan target, sementara pekerjaan di kantor tidak bisa begitu saja ditinggalkan. Pada sebuah titik, aku merasa tak sanggup lagi berlari. Aku ingin menyerah. Sebuah cara mudah untuk menghindari kesulitan2 baru di depan sana.

Sore itu, aku berdiri di tepi jalan raya, menunggu metro mini yang akan mengantarku dari tempat kursus Inggris ke rumah damaiku. Letupan2 listrik negatif menari2 di otak lelahku. Aku mengeja hal2 yang akan terjadi setelah hari ini, kerepotan yang akan mengungkung hari2ku, kekecewaan dan semua bayangan2 serba buruk rupa muncul tanpa ragu.  Sebuah ide konyol yg waktu itu aku anggap akan melegakan, tiba2 terlintas. Aku akan mundur dari "kerepotan" ini dan memilih berkonsentrasi penuh pada pekerjaan kantor. Besok aku berencana menghadap bos nya bos untuk menyampaikan niatku. Tapi sebelum itu, aku akan meminta pertimbangan ortu dulu.

Semua seolah terselesaikan dalam sekian menit di tepi jalan, ketika tiba2 saja sesuatu melintas nyata di depan mataku dan merubah segala rencana.

Seorang bapak berjalan menarik sebuah papan luncur. Di atas papan itu, terbaring telungkup seorang anak lelaki usia SD. Ini kukenali dari seragam batik dan celana pendek merahnya. Anak itu tak berlengan dan tak berkaki. Sebenarnya sering kali aku melihat pemandangan ini. Bapak yg sama dan anak yg sama di sore hari sepulang kantor, melintas di Jl.Gatot Subroto. Biasanya aku menyaksikan pemandangan itu dari atas bis jemputan kantor.

Kali ini apa yg kusaksikan tidak lagi sama karena sesuatu. Anak lelaki itu menghadapi sebuah buku tulis, membacanya.... Tahukah dengan apa dia-yang tak bertangan, membalik lembar2 bukunya?   Ya, dengan dagunya....

Seseorang yg tidak sempurna secara fisik, tapi tetap semangat belajar. Kenyataan ini menamparku, sangat keras, tepat di otakku. Ya Allah...betapa tidak bersyukurnya aku...yg masih memiliki tangan dan kaki...ingin menyerah pada sebuah kesempatan belajar gratis.

Aku takkan menyerah semudah ini....sangat memalukan....Allah telah menjadikan anak itu hadir untuk mengingatkanku. Hidup adalah sebuah perjuangan...dan perjuangan tidak pernah mudah..namun perjuangan juga tidak sesulit yang aku bayangkan. Perjuangan perlu sebuah semangat...untuk tidak menyerah.

Sebuah kartu ucapan yang pernah kubaca di sebuah toko buku, menulis begini:

Kita bisa kehilangan uang

Kita bisa kehilangan teman

Tapi satu hal

Jangan pernah kehilangan semangat

 

Monday, January 26, 2009

Imlek 2009




Kumpul2 keluarga di rumah salah satu adikku pas Imlek. Merah semua...heheh...Yg punya rumah yg mana,ya???