Monday, August 30, 2010

BANYAK-BANYAKLAH BERSYUKUR (pelajaran No.2 untukku)

Suatu hari aku keluar dari kantor dengan segenap perasaan lelah. Lelah badan dan juga lelah pikiran. Lelah memikirkan tumpukan pekerjaan yang sepertinya tidak ada habisnya. Yang satu selesai, yang lain datang. Badan juga ikut capek karena harus mondar-mandir ke sana ke mari. Entah ya, aku tuh kalo ga mondar-mandir kayaknya ada yg kurang..hehe. Sebenarnya itu terjadi karena aku orang yang ga efisien dan efektif. Uda pegang kertas eh pulpennya ketinggalan di meja. Jadi harus balik lagi ke meja untuk ambil pulpen.Begitulah...Bayanginnya aja uda capek,kan? hahah...

Dulu, ketika aku sempat (membantu) mengajar di Taman Kanak-kanak, yang setiap hari kualami adalah perasaan lelah secara fisik. Murid-muridku di TK adalah anak-anak yang aktif, bahkan ada yang seharian ga bisa duduk 'sedeetikk' aja di kursinya. Kita sebagai guru harus sama lincahnya dengan mereka untuk mengimbangi gerak murid-murid yang sedang belajar tertib di kelas.  Selain itu aku harus mondar-mandir mengantar anak yang mau ke toilet, bergerak ke sana kemari untuk menghentikan anak-anak yang bertengkar, mendamaikan anak-anak yang berebut mainan, bahkan mengajak anak-anak bermain 'ular naga' di jam istirahat. 

Lucunya, capeknya langsung hilang begitu istirahat siang (bobo) di rumah. Lebih lucu lagi, secapek apapun menghadapi anak-anak itu, aku tidak pernah merasa lelah pikiran. Hatiku selalu senang melihat anak-anak yang masih muda usia tapi sudah keliatan akan jadi calon-calon pemuda pemudi yang cerdas. Ada murid yang tidak bisa memegang pensil ketika pertama kali masuk kelas, namun beberapa bulan kemudian sudah menggenggam piala lomba mewarnai gambar antar sekolah. Senangnya....aku saaangaaat terharu waktu itu. "Muridku juara....." hanya itu yang bisa kugumamkan dengan mata berkaca-kaca.

Nah, herannya kalau kerja di kantoran, lelah pikiran itu yang berat. Tidak mau dipikirkan, ya tidak mungkin. Dipikirkan, bikin 'butek' otak. Sampai sesuatu menyadarkanku.

Dalam bis 'jemputanku' si metromini 604, aku duduk di sisi jendela sambil menahan kantuk. Bukan cuma rasa kantuk, tapi rasa lelah yang hebat. Apalagi mengingat ada pekerjaan yang masih harus diselesaikan esok hari. Kepalaku langsung berdenyut-denyut. Kuletakkan kepala menyandar pada kaca jendela. Aku tahu ketika penumpang di sampingku turun, dan segera digantikan oleh penumpang lain. Seorang wanita. Aku hanya melihat sekilas karena otakku sedang berayun-ayun dalam tempurung kepalaku. Pandanganku terarah keluar jendela.

Wanita di sebelahku terdengar berbicara. Sendiri. Dengan volume suara yang cukup untuk dapat didengar seisi bis.Rupanya dia sedang bercakap-cakap di telepon dengan temannya. Kutebak temannya wanita juga dari nama yang disebut wanita di sebelahku. Percakapannya seperti ini:

Wanita X        : Iya, lu tahu kan, gue sendiri juga lagi susah.

                          Harus ngejar target. Tadinya 40 persen naik jadi 60 persen.

                          Gimana coba?

Sang Teman  :**8888^777$320%%%%@@@

Wanita X         : Ortu gue kan pas-pasan. Gue yang nanggung semuanya.

Sang Teman   : >>>>>??)(**88

Wanita X          : Ya uda, ayo kita cari kerja bareng. Lu mau ngelamar ke

                             mana?

Sang Teman    : Was...wis...wus....

Wanita X          : Gue  dapat tawaran. Nyanyi. Mungkin sampe jam

                             1 atau 2 pagi.

Sang Teman   : @@@333$55555

Wanita X         : Uangnya lumayan, lagian cuma sebentar,kok.

                            Cuma nyanyi aja.

                            Dari kantor, gue pulang dulu,mandi terus baru ke sana.

Sang Teman  : Was wis wos....

Wanita X        : Iya, gue yakin gue bisa jaga diri. Tapi gue takut juga. Kalo

                          minuman gue dikasih obat pas gue ke toilet gimana?

Sang Teman   : .....***??+++^

Wanita X         : Gimana lagi. Gue perlu uang. Ini kesempatan.

Sang Teman   : ###2222@@@

Wanita X         : Iya, gue bisa jaga diri,kok.                      

Sembari menahan rasa pusing, otakku pelan-pelan berpikir. Aku menoleh ke kanan. Ternyata, wanita di sebelahku masih begitu muda. Dari pembicaraan dengan temannya soal surat keterangan lulus dan nilai UAN, aku menebak dia baru lulus SMA. Dia menyarankan temannya untuk menggunakan surat keterangan lulus sementara untuk mencari kerja.

Dari percakapan itu juga, kuketahui dia mendapat tawaran menyanyi dari temannya yang lain. Dia juga bercerita bahwa bos temannya itu 'naksir' dirinya.Setelah kulihat sekilas, ternyata wanita X ini cantik. Cocok jadi artis sinetron.

Tanggungjawab pekerjaan kadang melelahkan, fisik maupun mental. Namun, ternyata, aku harus banyak-banyak bersyukur karena sudah mendapat pekerjaan yang baik. Bersyukur karena pekerjaanku aman dari ketakutan-ketakutan yang diresahkan Wanita X.

Semoga dia dilindungi Allah karena berjuang menafkahi keluarganya....

Aku meyakinkan diri, lelahku hari ini  hanya sementara. Toh, hari lain banyak happy-nya juga. Apalagi kalo pas gajian.. .

Aku harus banyak bersyukur, karena nikmat Allah ternyata melimpah.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tuesday, August 17, 2010

Romantika S 604 (part 2) : Sebuah Perdebatan

Hari itu (lupa tanggalnya, yg pasti beberapa hari sebelum Ramadhan 1431 H), pulang jam 4.30 sore dari kantor. Untuk naik metro mini langganan, aku harus berjalan kaki dari kantor yang terletak di sebrang Patung Kuda menuju perempatan jalan di ujung gedung Bank Indonesia.

Naik bis dari situ, selalu dapat bangku kosong. Malah bisa memilih-milih mau di bangku yang mana. Kecuali hari Jum'at, tidak akan bisa memilih posisi tempat duduk. Masih ada bangku kosong, sudah untung.

Kali ini bangku kosong hanya ada di baris paling belakang yang muat untuk 5 orang. Aku menyelip di tengah, seperti jari tengah yang datang terlambat dalam barisannya.

Seperti kuduga, jalanan setelah bis memasuki Jalan Sudirman, macet.  Di hari biasanya, ada sekitar 10 orang penumpang yang turun di Stasiun Sudirman sehingga bis agak lengang. Tapi hari ini bis terus menerus menerima penumpang baru hingga memasuki kawasan Gatot Subroto. Sepertinya tak ada penumpang yang berniat turun sebelum bis tiba di ujung rutenya.

Beberapa meter sebelum perempatan Mampang-Kuningan, bis menjadi begiiiitu sesak. Orang-orang yang berdiri di depan wajahku menumpuk. Bis berhenti. Dari luar, berdiri di jalanan, kenek berteriak menyuruh mereka yang berdiri menutup pintu belakang untuk mencari celah ke tengah.

Ternyata ada seorang penumpang wanita yang hendak naik. Ampuuun, mau diselipkan di mana lagi? Seorang penumpang berteriak protes. Sehingga terjadilah debat antara sang kenek dan si Bapak. Kira-kira seperti ini:

Kenek : Kasih jalan. Masuk ke tengah.

Bapak : Geser kaki aja uda ga bisa. Ga muat lagi.

Akhirnya calon penumpang membatalkan niatnya.

Kenek jadi emosi.

Kenek : Geser dong dikit.

Bapak : Geser apaan? Lu aja sini,masuk. Bisa ga? (suara meninggi)

Dari celah yang tersisa, kulihat si kenek pun sangat kesulitan menerobos untuk menagih ongkos.

Kenek : Uda, lu turun aja. Ga usah bayar. (kata-kata ini ditujukan pada si Bapak).

Bapak  : Lho, gue kan uda naik. Hak gue naik. Nih, gue bayar.

Sayangnya, aku ga bisa melihat jelas apakah si Bapak jadi menyerahkan ongkosnya. Yang bisa kudengar, si Kenek berteriak menyuruh si Bapak segera turun.

Kenek : Turun aja lu.

Bapak : Gue turun di sini!

Dengan susah payah si Bapak turun. Terdengar si kenek mencak-mencak. Sepertinya terjadi adu mulut yang belum terpuaskan. Si Bapak berjalan kaki sambil membalas ocehan si Kenek. Bis  jalan merambat seperti siput.  Adu mulut terdengar bersahutan karena keduanya berjalan dengan kecepatan yang sama.

Seumur hidupku, baru kali ini ada kenek bertengkar kata dengan penumpang karena nekat menambah muatan, sementara seluruh penumpang yang lain hanya diam membisu, sepertiku. (Mungkin sudah terlalu lelah ditelan kemacetan).

Namun pertengkaran mulut antara penumpang dengan kenek bahkan dengan supir sering terjadi untuk hal lain. Hal apa itu? Tunggu tulisan berikutnya,ya.

 

 

 

 

 

 

Thursday, August 5, 2010

ROMANTIKA S 604 (part 1)

Ini kisah tentang perjalananku bersama Metromini S 640 (d/h 604)


Metromini warna merah rute Pasar Minggu-Tanah Abang adalah kendaraanku setiap pagi dan petang menuju kantor dan pulang kembali ke rumah. Bis yang tidak terawat.  Perhatikan jendelanya. Ada jendela yang tak bisa dibuka karena dibuat terkunci, atau sebaliknya jendela yang tak berkaca karena telah hancur dan tak berniat diberi kaca pengganti.

Lihat juga besi yang berkarat di seluruh interior dalam bis. Berhati-hatilah dengan setiap bagian bis yang akan Anda sentuh. Pegangan besi di atas kepala ketika penumpang berdiri, bisa lepas sewaktu-waktu. Belum lagi besi di pintu bis yang memiliki permukaan kasar, sanggup membuat tangan Anda terluka penuh darah.

Coba tengok setir di depan supir. Adakah kabel-kabel warna-warni yang berseliweran? Pernah kuperhatikan sang supir harus menyambungkan ujung kabel setiap kali mobil berhenti karena menaikturunkan penumpang. Dan itu dilakukannya sepanjang jalan dengan wajah tak berdosa sambil sesekali menggaruk-garuk kepala plontosnya.

Jangan tanyakan soal kebersihan atau kenyamanan tempat duduknya. Kakiku harus menyesuaikan diri dengan ruang yang begitu sempit diantara tempat duduk.

Ya ampuuun, dengan kondisi seburuk itu, aku tetap setia 'menumpang' dengan menggumamkan berbaris doa yang terus kuulang-ulang hingga turun dari bis.

"Kenekatanku" duduk di dalam metromini baru kusadari setelah sempat dua tahun menikmati nyamannya angkutan umum di Melbourne sana. Sungguh sangat jauh berbeda.

Dan bis inilah yang menemani hari-hariku sejak April 2004 berkantor di Merdeka Barat. Kisah selanjutnya tentang pengalaman menarikku selama bertahun-tahun menaiki 604 akan kutuliskan secara bersambung. Selamat membaca.....

Pasar Minggu, 5 Agustus 2010