Friday, October 3, 2008

My Temporary House in Melbourne

I fell in love with this house when I first saw it last January. Jajaran pokok mawar beragam warna dan dua pohon cemara yg menjulang,memaksaku terpesona. So, I said to the landlord, Robert,"I need 1 hour to get to the ATM. I will get back soon with the money." Karena tiga jam nanti,rombongan lain peminat akomodasi ini akan datang. Aku harus membayar panjar untuk memastikan rumah ini tidak diberikan kepada penawar lain.

Foto ini adalah pemandangan halaman depan dilihat dari kamar tidurku. Foto diambil dlm musim yang berbeda. Foto pertama (paling atas) diambil waktu musim semi, sementara foto kedua musim dingin. Bisa diliat pohon yg sama tampil beda menyesuaikan dgn musimnya.

Bila kita menelusuri kiri jalan,kita akan menemui sebuah reserve semacam hutan lindung. Letaknya hanya satu rumah dari kosku. Di hutan itu,ada jalan setapak untuk pengendara sepeda dan sebuah aliran sungai kecil yang berujung ke Danau Coburg. Pagi atau sore hari, terutama Sabtu dan Minggu, banyak orang menggunakan kawasan reserve untuk membawa keluarganya jalan-jalan menikmati hari atau membawa anjing mereka berkeliling.

Lingkungan di sini sunyi, siang mau pun malam. Para tetangga tidak pernah bermunculan keluar jalan depan rumahnya lalu duduk2 bergerombol dan ngerumpi. Hanya ada dua orang tetangga yang aku kenal namanya. Tetangga sebelah kiri, sering dimintai tolong landlord ku untuk memotong rumput di halaman belakang,halaman depan dan sepanjang sisi rumah.Tetangga sebelah kanan (tidak persis bersebelahan karena dibatasi sebuah jalan) kukenal karena beliau sering berada di halaman rumahnya merawat bunga2.

Kadang2 saja aku berpapasan dengan nenek berjilbab dan saling mengucapkan salam. Atau say "hi" and "good morning" dgn orang yg kutemui saat berjalan dari rumah menuju pemberhentian tram, yg jaraknya hanya perlu dicapai dlm waktu 5 menit. Tempat kosku ini terletak di blok ketiga dari jalan raya. Tapi selama delapan bulan, tak pernah melihat para tetangga saling mengobrol di luar rumah. Sepertinya mereka menjalani hidup masing2.Hmm..

 Landlordku (yang kebetulan punya bengkel komputer di garasi rumah kos,namun tinggal 1,5 jam dr sini) hanya bercakap2 dengan tetangga di kiri rumah. Tetangga di kanan rumah malah tidak tahu kalau landlordku juga keturunan Italia seperti dia. Bayangkan kehidupan bertetangga di Indonesia....Jalan depan rumah yg nyaman di Rennie street tidak pernah jadi tempat mangkal remaja atau anak2 bermain lari2an, dilengkapi para ibu yang menyuapi anak2nya, kemudian berbagai tukang bergerobak wara wiri silih berganti. I miss tukang mi ayam, tukang bakso, tukang siomay, tukang roti....Kadang2 mengkhayal malam2 ada tukang sekoteng yg lewat. Atau tukang sate ayam....