Pagi ini rasa senangku sempurna. Pohon yang kusiram setiap
pagi sebelum berangkat bekerja, akhirnya berbunga lagi setelah sekian lama hanya dihuni dedaunan hijau. Dua
kuncupnya mulai mekar dengan semburat warna merah jambu.
Ibu menyebutnya Kemboja Jepang. Suamiku bilang,”Itu namanya
Adenium”. Dua nama berbeda untuk sebatang pohon bonsai berbunga merah putih
itu. Pohon itu tanaman istimewa buatku.Tanaman setinggi setengah meter itu
diberikan ibu saat aku menghuni rumah kontrakan seminggu setelah aku menikah.
“Pohon ini buat penanda rumah kamu.” Ujar Ibu kala datang
membawa dua buah pot tanaman, sebuah pot berisi bougenville dan pot yang lain
bertengger si kemboja jepang. Saat itu aku tinggal di sebuah cluster berjumlah
40 unit rumah berlantai 2 yang sama bentuknya. Dalam satu deret terdapat
delapan rumah berwarna sama. Walaupun sudah ada nomor rumah dengan kode huruf,
seringkali keluarga yang datang agak bingung mencari rumah yang dimaksud. Jangankan
orang lain, aku sendiri pernah hampir masuk rumah tetangga yang kukira rumahku.
Pohon bougenville dan kemboja jepang itulah penanda supaya tidak lagi salah
masuk rumah orang. Sayangnya, karena jarang kusiram, bougenville akhirnya mengering
kemudian mati. Berdosanya aku.
Delapan tahun lebih berlalu, si kemboja jepang masih
bertahan. Sejak pindah rumah tiga tahun lalu, baru dua kali ini dia berbunga
lagi. Hal yang kusukai dari si kemboja, bunganya selalu bermunculan silih
berganti dan mekar agak lama. Karena itu aku sempat sedih hati melihatnya lama
tak berbunga. Dan begitu senangnya melihat si kemboja jepang “alias” adenium, bunga
kenangan dari almarhumah Ibu mulai berkembang lagi. Bahagia itu sederhana dan
indah.
Bambu Apus, 26102019, 05.00